12 Aug 2025 | Irfan Jamhur | Politik Dan Pemerintah | 112 views
Rokan Hilir, Riau – Sudah 14 hari berlalu sejak rapat audiensi antara Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dan Koperasi Bumi Melayu Berjaya (BMB), namun janji tindak lanjut realisasi plasma sawit 20 Persen untuk masyarakat Balai Jaya belum juga terwujud.
Dalam audiensi yang digelar pada 29 Juli 2025, Pemkab Rokan Hilir berkomitmen memanggil PT Salim Ivomas Pratama dan empat perusahaan besar perkebunan sawit yang hingga kini belum merealisasikan kewajiban plasma bagi masyarakat.
Isu ini semakin mencuat setelah Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa perusahaan sawit wajib memenuhi kewajiban plasma 20 Persen, bahkan berencana menaikkannya menjadi 30 Persen sebagai syarat perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU). Nusron juga menegaskan sanksi pencabutan HGU bagi perusahaan yang mengabaikan kewajiban tersebut.
Tertundanya realisasi plasma 20% berdampak langsung terhadap ribuan warga Balai Jaya. Tanpa kebun plasma, warga kehilangan sumber penghasilan yang seharusnya menopang ekonomi keluarga, membiayai pendidikan anak, dan memenuhi kebutuhan pokok. Banyak petani terpaksa bekerja sebagai buruh harian lepas dengan pendapatan tidak menentu, di tengah harga kebutuhan yang terus naik.
Bagi generasi muda, peluang memiliki lahan produktif sendiri semakin kecil.
“Kalau plasma ini jalan, banyak anak muda yang bisa mandiri secara ekonomi, bukan jadi pengangguran atau pergi merantau,” ujar seorang tokoh pemuda setempat.
Masyarakat mendesak Menteri ATR/BPN mengeluarkan Surat Perintah resmi kepada Bupati dan perusahaan, serta meminta Pansus Plasma DPRD Riau segera memanggil pihak terkait. Publik menunggu bukti perintah tertulis dan langkah tegas agar ultimatum tidak menjadi sekadar retorika.