12 Sep 2025 | Kategori: Politik Dan Pemerintah | 16 views
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah – Gelombang aspirasi masyarakat kembali menguat di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Plasma menggelar aksi di depan Kantor Bupati Kotim, Rabu (11/9/2025), mendesak realisasi program plasma kelapa sawit sebesar 20 persen sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Program plasma 20 persen, yang seharusnya menjadi bentuk kemitraan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat lokal, dinilai tak kunjung terealisasi secara adil. Warga menilai, sejumlah perusahaan besar di Kotim belum memenuhi kewajiban meski telah mengelola puluhan ribu hektare lahan.
Koordinator aksi, Audy Valent, menegaskan bahwa masyarakat tidak bisa terus menunggu.
Pemerintah daerah harus berani menekan seluruh perusahaan sawit agar melaksanakan plasma 20 persen. Jika aspirasi kami tidak dipenuhi, masyarakat siap bertindak sendiri, tegas Audy di hadapan peserta aksi.
Aksi ini diwarnai ancaman warga yang menyatakan tidak segan mengambil langkah tegas jika pemerintah maupun perusahaan tetap mengabaikan tuntutan tersebut.
Wakil Bupati Kotim, Irawati, bersama Ketua DPRD Kotim, Rimbun, turun langsung menemui massa. Irawati menegaskan bahwa Bupati telah mengeluarkan instruksi resmi kepada seluruh perusahaan sawit di Kotim untuk segera melaksanakan kewajiban plasma dalam kurun waktu satu bulan.
Jika dalam waktu yang ditentukan tidak ada progres, pemerintah daerah akan menjatuhkan sanksi sesuai aturan yang berlaku, ujar Irawati.
Instruksi tersebut diharapkan menjadi titik balik agar perusahaan benar-benar menunjukkan komitmennya terhadap kesejahteraan masyarakat.
Permasalahan plasma sawit bukanlah isu baru di Kotim maupun daerah lain di Kalimantan. Sejak lama, ketimpangan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat lokal menjadi sumber konflik. Banyak warga merasa hanya menjadi penonton di tanah sendiri, sementara perusahaan menikmati keuntungan besar.
Aksi protes warga Kotim ini menandai semakin tingginya eskalasi ketidakpuasan masyarakat. Pemerintah daerah kini berada di bawah tekanan besar untuk membuktikan keberpihakan pada rakyat. Realisasi plasma 20 persen bukan hanya soal regulasi, tetapi juga menyangkut harkat hidup petani dan masa depan kesejahteraan masyarakat lokal.