13 Aug 2025 | Kategori: Politik Dan Pemerintah | 76 views
Pekanbaru — Di tengah geliat ekonomi sawit yang menopang Riau, muncul ironi yang mengganjal. Data pemerintah menyebut, setidaknya 189 perusahaan perkebunan sawit di Riau belum menunaikan kewajiban menyerahkan 20 persen lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk kebun plasma masyarakat tempatan.
Ketua DPD-I Perkumpulan Petani Sawit Bumi Bertuah (PPSBB) Provinsi Riau, Kasri Jumiat, menilai kelalaian ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi pengabaian terhadap hak warga yang dilindungi undang-undang. Ia mendesak Gubernur Riau Abdul Wahid mengambil sikap tegas.
“Gubri bisa menjadi motor penanganan ini sebagai bukti keberpihakannya kepada masyarakat. Penerima HGU 20 persen itu adalah masyarakat tempatan sekitar perusahaan,” ujar Kasri, Minggu (22/6/2025).
Kewajiban penyediaan kebun plasma 20 persen diatur secara jelas dalam sejumlah regulasi, antara lain:
Jika aturan ini dilanggar, konsekuensinya tidak hanya sanksi administratif, namun dapat berujung pada penegakan hukum pidana.
Kasri mendorong gubernur untuk menggerakkan bupati dan wali kota mendata perusahaan yang bandel, memetakan pelanggaran secara terbuka, dan menindaklanjuti temuan ke jalur hukum.
“Sudah waktunya harus tegas dan keras. Jika ditemukan unsur pidana, laporkan ke Polda, kejaksaan, bahkan KPK,” tegasnya.
Sejumlah perusahaan disebut mengakali kewajiban dengan meminta masyarakat mencari lahan sendiri, kemudian membangun kebun melalui skema KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota). Praktik ini berpotensi memperluas kebun perusahaan tanpa biaya, sementara masyarakat menanggung beban utang di atas tanahnya sendiri.
Gubernur memiliki kewenangan strategis untuk memastikan pemenuhan kewajiban plasma 20 persen melalui pendataan, verifikasi, dan penegakan hukum. Bagi warga sekitar perkebunan, pemenuhan plasma berarti akses lahan produktif, penghasilan tetap, dan kemandirian ekonomi.
???? Sumber: GoRiau.com
Pekanbaru — Di tengah geliat ekonomi sawit yang menopang Riau, muncul ironi yang mengganjal. Data pemerintah menyebut, setidaknya 189 perusahaan perkebunan sawit di Riau belum menunaikan kewajiban menyerahkan 20 persen lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk kebun plasma masyarakat tempatan.
Ketua DPD-I Perkumpulan Petani Sawit Bumi Bertuah (PPSBB) Provinsi Riau, Kasri Jumiat, menilai kelalaian ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi pengabaian terhadap hak warga yang dilindungi undang-undang. Ia mendesak Gubernur Riau Abdul Wahid mengambil sikap tegas.
“Gubri bisa menjadi motor penanganan ini sebagai bukti keberpihakannya kepada masyarakat. Penerima HGU 20 persen itu adalah masyarakat tempatan sekitar perusahaan,” ujar Kasri, Minggu (22/6/2025).
Kewajiban penyediaan kebun plasma 20 persen diatur secara jelas dalam sejumlah regulasi, antara lain:
Jika aturan ini dilanggar, konsekuensinya tidak hanya sanksi administratif, namun dapat berujung pada penegakan hukum pidana.
Kasri mendorong gubernur untuk menggerakkan bupati dan wali kota mendata perusahaan yang bandel, memetakan pelanggaran secara terbuka, dan menindaklanjuti temuan ke jalur hukum.
“Sudah waktunya harus tegas dan keras. Jika ditemukan unsur pidana, laporkan ke Polda, kejaksaan, bahkan KPK,” tegasnya.
Sejumlah perusahaan disebut mengakali kewajiban dengan meminta masyarakat mencari lahan sendiri, kemudian membangun kebun melalui skema KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota). Praktik ini berpotensi memperluas kebun perusahaan tanpa biaya, sementara masyarakat menanggung beban utang di atas tanahnya sendiri.
Gubernur memiliki kewenangan strategis untuk memastikan pemenuhan kewajiban plasma 20 persen melalui pendataan, verifikasi, dan penegakan hukum. Bagi warga sekitar perkebunan, pemenuhan plasma berarti akses lahan produktif, penghasilan tetap, dan kemandirian ekonomi.
???? Sumber: GoRiau.com